Post Icon

seni

Keterangan gambar: Karya seni semakin membingungkan.

Kini seni memang tidak melulu soal keindahan. Ada karya seni yang menyuguhkan kengerian dan ketakutan dari seniman yang membuatnya, ada pula karya seni yang menghadirkan rasa pilu, bahkan kemarahan. Satu hal yang pasti kita temui pada karya seni adalah kemampuan untuk menggugah perasaan apresiator. Perasaan yang tidak melulu soal keindahan tapi juga mencakup sisi-sisi emosional manusia. Sebelum seorang apresiator memaknai dan memahami suatu karya seni, terlebih dahulu ia merasakan dan mengalami karya tersebut. Bayangkan betapa sulitnya untuk memaknai dan memahami sebuah karya yang tidak pernah kita lihat, dengar, ataupun sentuh. Pemahaman dan pemaknaan baru muncul kemudian setelah indera seseorang dirangsang oleh kehadiran suatu karya.
Karya seni rupa bisa dinikmati oleh siapapun tanpa harus terbebani oleh keharusan adanya pemahaman berdasarkan teori-teori seni yang rumit, hanya saja realita pada tulisan pengantar pameran seringkali menunjukkan hal yang berbeda. Tingginya kompleksitas wacana seni yang biasa diangkat oleh kurator atau pemikir seni adalah hal yang lumrah, mengingat posisi dan tanggung jawab keilmuan yang mereka emban. Wacana tersebut tentunya membutuhkan pemahaman lebih jauh mengenai seni rupa. Masyarakat umum tidaklah terikat oleh tanggung jawab keilmuan layaknya para pemikir seni tersebut, meskipun sebenarnya boleh saja mempelajari ilmu-ilmu seni untuk mendapat pemahaman yang lebih.

"To feel beauty is a better thing than to understand how we come to feel it."
(George Santayana)
 
Seperti yang diutarakan oleh pemikir seni George Santayana, dalam hal mengapresiasi sebuah karya seni rupa, perasaan menjadi faktor yang lebih penting. Seni yang tidak lagi membahas keindahan saja, kini bisa juga menawarkan kengerian dan berbagai ekspresi ekstrim untuk dirasakan pengamat. Biarlah perasaan yang terlebih dulu menuntun persepsi pengamat. Setelah merasakan melalui segenap indera barulah pemahaman dan pemaknaan menyertai proses apresiasi seni. Tanpa ada ketertarikan perasaan pada sebuah karya tidak akan ada keinginan untuk memahami lebih jauh gagasan dibalik sebuah karya seni. Masyarakat umum bisa menikmati seni berdasarkan dengan perasaan yang dirasakan terhadap suatu karya. Interpretasi seni bersifat terbuka, tanpa ada keharusan untuk mengikuti penafsiran yang spesifik dari para pemikir seni. Dengan subyektifitasnya, tiap individu berhak untuk menggagas interpretasinya, hanya saja perlu diingat akan adanya interpretasi yang mungkin lebih baik dari interpretasi diri sendiri.
Jadi apabila kita bingung dan terheran-heran saat melihat sebuah karya, janganlah berkecil hati karena pemahaman kita tidak secanggih dengan pembacaan para pemikir seni. Bahkan pelaku seni profesional pun terkadang masih terbingung-bingung menghadapai karya yang berada di luar kelaziman. Pada akhirnya, apresiator tidak perlu khawatir, mengingat beberapa karya seni akan tetap bisa dinikmati melalui perasaan yang ditangkap pengamat tanpa perlu pemahaman terhadap teori-teori rumit.
Keterangan gambar: Pengunjung MoMA sedang mengamati lukisan Monet.

Referensi:
Santayana, George. 1896. The Sense of Beauty, Charles Scribner's Sons, New York: 11.
Daftar Karya:
1. Dadang Christanto, Wuku Medhangkungan, 2012, Aluminium, enamel, gold Leaf 16 x 24 x 16 cm.
2. Tracey Emin, My Bed, 1998, Mattress, linens, pillows, objects, 79 x 211 x 234 cm.

3. Claude Monet, Reflections of Clouds on the Water-Lily Pond, 1920, Oil on canvas, three panels, Each 6' 6 3/4" x 13' 11 1/4" (200 x 424.8 cm), overall 6' 6 3/4" x 41' 10 3/8" (200 x 1276 cm). Mrs. Simon Guggenheim Fund. © 2008 Artists Rights Society (ARS), New York / ADAGP, Paris.
Sumber Gambar:
1. http://ocula.com/art-galleries/gallerysmith/artworks/wuku-medhangkungan/
2. http://www.saatchigallery.com/artists/artpages/tracey_emin_my_bed.html
3. http://photos.tetto.org/4177/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment