v
POSISI SENI RUPA INDONESIA DI MATA MUSEUM
|  | 
| Keterangan gambar: Karya ini dapat dihubungkan dengan kesenian tradisional maupun seni rupa barat.1 | 
 Mendirikan sebuah museum seni Indonesia, cepat atau lambat tentu akan 
berhadapan dengan persoalan posisi seni rupa Indonesia. Hal ini
 tak lepas dari fungsi museum seni sebagai perekam kejadian ataupun 
karya yang memiliki posisi penting bagi masyarakatnya. Museum seni, 
untuk itu, menjadi representasi ingatan kolektif mengenai seni dari 
masyarakat yang mengusungnya. Ingatan kolektif tersebut melalui 
kesepakatan bersama lantas menjadi sejarah yang sah. Intinya, museum 
seni tidak akan bisa lepas dari sejarah seni.
| Penelusuran sejarah seni Indonesia sudah beberapa kali dilakukan oleh para sejarawan seni dari luar maupun dalam negeri. Beberapa penulisan dimulai dari Raden Saleh, beberapa yang lain memulainya dari S. Sudjojono dengan cakupan yang lebih spesifik (seni rupa modern indonesia). Keduanya sama-sama memulai penelusuran dari sebuah bentuk kesenian yang sangat populer: Seni Lukis, dengan cat minyak dan kanvas. Seni lukis yang seperti ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan tradisi kebudayaan asing (barat) pada masa itu. Baik Raden Saleh maupun S. Sudjojono telah menghasilkan karya seni yang, mau tidak mau, memiliki sebuah hubungan langsung dengan kebudayaan barat. Jika kita kembali ke persoalan sebuah museum seni yang tak lain adalah sebuah institusi sejarah, perlu kita renungkan; dimana sebenarnya posisi seni rupa Indonesia? | 
 Alih-alih mempertanyakan "ke-Indonesiaan" Raden Saleh ataupun S. 
Sudjojono, mari kita bahas sebuah topik yang lebih luas. Membahas posisi
 seni rupa Indonesia yang pada mulanya punya kaitan erat dengan 
kebudayaan barat (seni lukis) akan berujung pada pembahasan mengenai 
posisi seni rupa barat itu sendiri. Dimana kiranya posisi seni rupa 
barat dalam "rekam jejak" yang dilakukan oleh museum seni Indonesia. 
Apakah jika Raden Saleh ataupun S. Sudjojono diposisikan sebagai pelopor
 seni rupa Indonesia, maka tidak ada yang lebih dulu dari mereka karena 
mereka menempati posisi pertama? Jika medium kekaryaan (seni lukis) 
Raden Saleh dan S. Sudjojono turut dipengaruhi oleh kesenian dari barat,
 maka kesenian barat tersebut mau tidak mau harus disertakan kedalam 
pencatatan sejarah seni rupa Indonesia.
 Pada tahun 1929-1943 MoMA, museum seni rupa modern di Amerika, 
dikepalai oleh Alfred Barr. Pada masa ini Barr menetapkan cara pemaparan
 informasi historis oleh museum seni bagi semua pengunjung, baik 
masyarakat awam maupun para seniman. Hal ini menjadikan MoMA sebagai 
museum percontohan yang diikuti oleh berbagai museum seni lainnya di 
Amerika. Melalui pameran Cubisme and Abstract Art (1936), Barr 
menyajikan sebuah pemetaan kronologis tentang perkembangan seni abstrak 
pada masanya. Sebuah pemaparan kronologis sudah biasa ditemui pada 
museum arkeologi ataupun sejarah, namun untuk museum seni saat itu, hal 
ini menjadi sesuatu yang baru.
 Bagaimana jika museum seni di Indonesia memetakan seni rupa Indonesia 
layaknya diagram Barr diatas? Dalam diagramnya, Barr membedakan seni 
rupa barat (berwarna hitam) dangan seni rupa non barat (berwarna merah).
 Dalam peta kronologi seni rupa Indonesia, seni rupa barat bisa saja 
diposisikan sebagai sebuah agen “asing” menggunakan warna yang berbeda 
(seperti warna merah dalam diagram Barr). Diagram ini bisa menggambarkan
 hubungan antara seni rupa Indonesia dengan seni rupa Barat sekaligus 
membedakannya. Pada akhirnya seni rupa Indonesia akan diposisikan 
sebagai “turunan” dari seni rupa barat, karena datang setelahnya. Ini 
tentu akan memicu sebuah perdebatan lainnya mengenai seni rupa 
tradisional Indonesia. Dimana posisi seni rupa trdisional Indonesia?
 Kalau sudah sampai pada pertanyaan soal seni tradisi, izinkan saya 
kembali ke judul artikel ini; Dimana posisi seni rupa Indonesia, setelah
 seni rupa barat atau seni rupa tradisional? Apakah nantinya sebuah 
museum seni rupa Indonesia juga mengumpulkan karya seni rupa barat yang 
mempengaruhi seni rupa Indonesia secara langsung ataukah malah 
seni rupa tradisional yang dikoleksi? Persoalan inilah yang hendak saya 
utarakan. Menentukan posisi seni rupa indonesia akan berdampak pada cara
 pandang kesejarahan yang hendak diusung oleh suatu museum seni rupa 
Indonesia.
 Daftar Gambar Karya:
 1. Haryadi Suadi, Lingga dan Yoni, 120 x 100, akrilik di atas kanvas, 2008
 Sumber Gambar:
 1. http://sahabatgallery.wordpress.com/2008/12/28/drs-haryadi-suadi/
 2. Alfred H. Barr, Jr. Cubism and Abstract Art (New York, 1936). Book Jacket







 
0 comments:
Post a Comment