AGRESI MILITER BELANDA
II (1948)
Agresi Milner Belanda II atau Operasi
Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap
Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad
Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini
menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang
dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda
II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo dan dari sana
menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam
sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota
agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik
dapat diadakan.
Peristiwa agresi ini terjadi pada tanggal
19 Desember 1948, dan penyerangan tersebut terjadi di kota Yogyakarta. Belanda
menyerangnya dari segala jurusan dan telah menduduki kota tersebut.
Penyerangan Belanda ini di karenakan pada
pada tanggal 2 November 1948, Kementrian Penerangan RI menyangkal tuduhan
Belanda tentang pelanggaran gencatan senjata. Tuduhan-tuduhan Belanda itu sama
dengan sebelum aksi militernya tanggal 21-7-1947. Pada tanggal 4-11-1948,
Perdana Mentri Hatta merrti atakan. bahwa suasana Indonesia-Belanda sangat
buruk dan mengingatkan kepada keadaan sebelum tanggal 20 Juli 1947 (sebelum
aksi militer Belanda D. Dan bersamaan dengan itu Nehru di Kairo menyatakan,
bahwa ada satu kekuasaan kolonial menyerang Indonesia, hal ini akan menimbulkan
reaksi berbahaya di India dan dunia lainnya.
Banyak pihak rang terlibat dalam peristiwa
ini, terutama Amerika dan Australia yang meminta supaya diadakan sidang
istimewa dewan keamanan untuk membicarakan agresi militer yang dilakukan oleh Belanda terhadap Republik
Indonesia, bersamaan dengan waktu itu pula, apa yang dinamakan kabinet Negara Indonesia
Timur. meletakkan jabatan sebagai protes atas agresi Belanda terhadap Republik
Indonesia.
Putusan Presiden Sukarno dan Wakil
Presiden Hatta tentang pemindahan kekuasaan : kepada Mr. Sjafrudin
Prawiranegara, dengan perantaraan radio diberi kuasa untuk membentuk Pemerintah
Darurat Indonesia (PDRI) di Sumatra. Bersamaan dengan itu apa yang dinamakan
Kabinet Pasundan, menyerahkan mandatnya kepada “Wali Negara” sebagai protes
atas agresi Belanda terhadap Republik Indonesia.
Pada tanggal 22 Desember 1948, KTN
mengawatkan kepada dewan keamanan laporan yang isinya menyalahkan Belanda
sebagai aggressor dan yang melanggar perjanjian. Pada tanggal 23 Desember 1948,
Rusia mengajukan resolusi kepada Dev, an Keamanan mengecam Belanda sebagai
aggressor. India dan Pakistan melarang pesawat KLM (Belanda) terbang di atas
wilayahnya serta tidak diperkenankan mendarat disana. Pada tanggal 24 Desember
1948, dewan keamanan menerima Resolusi Amerika Serikat Diperintahkan dengan
segera
kepada Belanda dan Indonesia untuk menghentikan
tembak-menembak dan membebaskan pimpinan-pimpinan republik yang ditawan. Pada
tanggal 27 Desember 1948, Presiden Sukarno, Sultan Sjahrir dan H. Agus Salim
ditawan di Brastagi. sedangkan Wakil Presiden Hatta di Bangka. Juga beberapa
pimpinanpimpinan lainn a lath mengalami hal yang serupa (ditawan di Sumatra).
Pada tanggal 29 Desember 1948, pasukan
gerilya menyerang pasukan Belanda di seluruh kota yogyakarta (serangan
pertama). Pada tanggal 31 Desember 1948. Presiden Sukarno, Syahrir, dan H. Agus
Salim oleh Belanda dipindahkan pengasinganya
ke Prapat. Sebagai hasil diplomasi republic maka di New Delhi dari tanggal 20
sampai 23 Januari 1949 berlangsung koprensi Asia yang dihadiri oleh 21 Negara
Asia dan Australia. Resolusi konprensi Asia tersebut tentang senaketa
Indonesia-Belanda ini, berpengaruh besar kepada resolusi Dewan Keamanan PBB
berikutnya.
Mr. A. A. Maramis, Mentri Keuangan
Republik yang sedang berada di New Delhi, di tunjuk sebagai Mentri Luar Negeri
dalam Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pada tanggal 24 Januari
1949, Resolusi konprensi New Delhi dikirim kepada Dewan Keamanan PBB, yang
menuntut antara lain :
1. Pembebasan
para pemimpin (pembesar) Republik Indonesia
2. Penarikan
mundur Belanda dari Yogyakarta dan penarikan berangsuirangsur tentara Belanda
dari daerah-daerah yang diduduki sejak 19 Desember 1948.
Pada tanggal 26 Januari 1949 Mr. Sjafrudin
Prawiranegara memberi instruksi kepada Mr. Maramis, supaya mengusahakan dewan
keamanan untuk mengirimkan peninjau militer KTN ke daerah-daerah yang masih
dikuasai oleh Republik Sumatra.
Sejak tanggal 31 Januari 1949, perlawanan
terhadap Belanda makin hari makin meluas dan menghebat, terutama di seluruh
pulau Jawa dan Sumatra. Pada akhir bulan Januari dan permulaan Februari 1949,
pasukan republic sudah kembali ke kantong-kantong mereka semula (daerah-daerah
asal), dan terus melakukan perang gerilya.
KESIMPULAN
Agresi militer merupakan bentuk rill bahwa
Belanda melanggar perjanjian Internasional (Linggajati). Dalam agresi ini nelanda
mencoba menguasai kotakota pelabuhan dan kota perkebunan yang dianggap penting
bagi Indonesia.
Penculikan terhadap pemimpin-pemimpin
termasuk presiders Sukarno menjadi salah sate modus belanda selain menguasai
daerah-daerah penting. Pelanggaran yang dilakukan belanda ini mendapat simpati
dari luar negeri termasuk PBB yang akhirnya mengeluarkan resolusi-resolusi.
Perjuangan datri para pahlawan serta dukungan internasional yang mampu
melepaskan Indonesia dari agresi Belanda tersebut.
Daftar Rujukan
Buku
Hardjosoediro, S. 1987. Dari Proklamasi ke Perang Kemerdekaan.
Balai Pustaka
Imran, A dan Ariwiadi. 1985. Peranan
Pelajar dalam Perang Kemerdekaan. Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi
Angkatan Bersenjata.
Mc Ricklef. 2008. Sejarah Indonesia Modern: 1800-2008
Nasution. AH. 1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Bandung: Penerbit Angkasa
Nugroho Notosusanto dan Yusmar Basri.
1981. Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3
Untuk SMA. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
- See more at: http://iwaka91.blogspot.com/2011/10/agresi-militer-belanda-i-1947-dan-ii.html#sthash.vk6b5jpm.dpuf
0 comments:
Post a Comment